Kamis, 14 Agustus 2008

Seks... Bukan segala-galanya

Semakin lama barbagi hidup, semakin banyak yang perlu dipelajari mengenai diri pasangan kita. Masing-masing ada kelebihan, masing-masing ada kekurangan. Jangan pandang yang negative saja, karena dalam hidup berbagi yang panjang itu mesti lebih banyak yang positif dari pada yang negative.

Malam pertama yang mendebarkan itu berakhir menjelang subuh. Embun pagi menetes dan melekat pada ujung-ujung rerumputan. Bumi yang gersang pun disimbah hujan. Janji telah ditunaikan, cinta telah dibuktikan. Dan, sebuah kerinduan pun terobati sudah...

Kalau ada yang masih tidak paham, kalimat di atas yang indah dan seperti puisi itu, maksud dan maknanya dapat di jelaskan dengan hanya satu perkataan : SEKS.

Setelah memendam rasa sejak pertemuan pertama, kemudian melalui detik-detik kerinduan sepanjang pertunangan dan dag...dug...dag...dug debaran hati sewaktu di ikrar dalam ikatan perkawinan, ranjang malam pengantin menentukan semuanya. Cara dan pendekatannya mungkin berbeda, tetapi tujuannya sama_untuk bersatu tubuh.

Seperti dahulu kala ( seperti yang dijelaskan dalam hikayat dan film-film klasik ), penuh bahasa beradab dan beralas. Si Jejaka akan memulai berkata :"Adinda, alangkah indahnya malam ini... Purnama dipagari bintang, angin bertiup sepoi-sepoi..."

Si Dara, dengan malu-malu dan nada paling manja, akan menjawab; "Benarlah kata kanda itu, laut semakin tenang, anginpun nyaman sekali...marilah kita berlayar dilautan madu!"
Biasanya selepas dialog ini adeganpun ditamatkan, cut...!!!
Tanpa di jelaskan dengan dialog dan visual, penonton sendiri dapat membayangkan apa yang terjadi selepas itu!

Sekarang jaman IT ( ilmu Pengetahuan ), serba canggih serba cepat. Kalimat-kalimat yang meleset seperti itu rasanya tidak sesuai lagi. Kata-kata tidak di perlukan lagi. Sentuhan dan belaian mesra terjadi secara natural. Tanpa kata, tanpa bahasa, tahu-tahu saja keduanya sudah terlentang keletihan.

Mungkin, ada pasangan yang sedikit brutal, dan berkata setengah dramatik; "Lhaa, mas belum ganti baju lagi? Gak panas kah? Biar sayang gantikan baju mas ya,? Barulah hot...?"

Kalau si lelaki pun jenis brutal, pasti dia akan menjawab; "cepatlah buka baju mas ini, baru kita main seperti main golf,...?"
Sebutlah apa saja istilahnya, sama ada berlayar di lautan madu, atau main golf, atau kata-kata lain yang sejenis dengannya, maksudnya sama saja, yaitu SEKS.

Sejak intro di malam pertama seks menjadi salah satu kesenangan dan nikmat perkawinan. Waktu-waktu awal perkawinan hubungan kelamin hendak dilakukan sekerap dan sesering mungkin. Kalau boleh biarlah hujan tiap malam. Pantang ada kesempatan, jangan lepaskan peluang.
Tetapi, bulan-bulan dan hari-hari kemudiannya membuktikan bahwa seks bukanlah segala-galanya dalam perkawinan. Memang hubungan intim itu menjadi salah satu ciri asas, tetapi percayalah ia bukan suatu keutamaan.

Mungkin selama dua minggu sebagai suami istri, seks duduk di tangga pertama dalam daftar kegiatan dan keperluan harian. Di kantor ingat istri, di dapur ingat suami, dalam kendaraan liat istri, di pasar liat suami. Masa terasa lambat bergerak untuk menuju malam.
Seminggu, dua minggu, mungkin sampai sebulan seks menduduki tangga pertama. Kemudian, berlahan-lahan ia menurun ke tangga lebih rendah. Ada benda-benda lain yang mulai mengambil tangga yang lebih atas_sewa rumah, ansuransi kendaraan, masalah keluarga di kampung, pembelajaran, dan banyak lagi perkara yang perlu diberi keutamaan.

Ketika istri menunjukan tanda-tanda kehamilan, dan pagi_petang "wek-wek-wek’"( muntah ), seks yang menduduki tangga pertama ketika mulai menikah, kini mungkin jatuh ke tangga 21. atau, mungkin juga keluar dari daftar!

Semakin lama menjadi suami_istri, semakin banyak pula yang perlu diketahui dan di pelajari. Hari demi hari kita belajar untuk memahami hati dan budi pasangan kita. Perkawinan membuka segalanya. Warna sebenar diri kita tersingkap, sama ada secara sengaja atau tidak sengaja.
Waktu bercinta dulu, kita lihat gadis kita semuanya licin dan putih mengkilat. Tidak ada cacat dan celah. Bila sudah kawin barulah diketahui di mana ada bekas kudis, dimana ada parut. Kalau ada kurapun kita akan ketahui juga.

Waktu asmaradana dulu jejaka selalu wangi, udara selalu segar, kentutpun harum seperti daun pandan. Tetapi bila sudah jadi suami, dan tidur sepelaminan setiap malam baru disedari si manco rupanya ketiak bau, nafas bau jengkol, kentut bertoksid tinggi.

Tetapi yang hendak dipelajarin tidak hanya sekedar parut di paha atau kurap di punggung. Apa yang hendak di pahami bukan sekedar ketiak yang bau, atau kentut pada enam skala rekter yang boleh memusingkan kepala.

Kita harus mempelajari dan memahami lebih dari jauh dari itu,! Sikap istri yang terlalu sensitive, dan degree manja yang tinggi perlu di mengerti. Atau, istri mungkin terlau demanding_mau itu, mau ini_suami harus bersabar dan jangan cepat emosi.

Istripun jangan terkejut dan cepat-cepat balik kerumah ibu bapak, apabila suami yang dulu bersuara lembut dan manja tiba-tiba menjadi pemarah dan selalu berteriak. Suami yang dulu gentleman rupa-rupanya ganas seperti si harimau.

Selalu ingat bahwa perkawinan adalah suatu kerjasama. Bukan kerjasama untuk satu dua hari saja, tetapi untuk sepanjang hayat. Dalam kerjasama itu perlu ada toleransi, jangan selalu mau menang sendiri, ada waktunya untuk menerima kekalahan.

Lagipun baik suami ataupun istri masing-masing ada kelebihan dan kekurangan. Dua-duapun ada sifat buruk dan ada nilai-nilai murni. Jangan perhatikan yang buruk kemudian cepat-cepat membuat keputusan bahwa dia bukan lagi pasangn idaman.

Apa yang penting adalah coba menyesuaikan diri dengan keadaan. Dan ihklas dalam memperbaiki sifat dan benda-benda buruk itu. Kala istri demanding rayu/bujuk dan nasihatkan dia supaya jangan meneruskan sikap tersebut. Kalau suami garang, hadapi dengan tenang dan belay dia dengan kasih sayang.

Memang tidak mudah menyesuaikan diri dengan keadaan. Tidak mudah juga memperbaiki sikap-sikap yang tidak disenangi itu. Tetapi,sekiranya kita ihklas dan beradaptasi lama-kelamaan kita akan dapat mencapai kesepahaman/keserasian.

Perkawinan adalah suatu perjalanan yang panjang. Sudahlah panjang berliku-liku pula. Percayalah, sekiranya kita sabar, dan terus mempelajari diri pasangan, dan ihklas untuk memperbaiki kesalahan dan kelemahan, pasti ada cahaya di ujung perjalanan yang panjang itu.